Hormon testosteron pada tubuh anak remaja mengalami perkembangan 20 kali lebih cepat, menyebabkan terjadinya sejumlah perubahan pada fisik. Seperti wajah berminyak, tungkai kaki memanjang, hidung membesar, dan sebagainya.
Sayangnya belum tentu semua anak bisa menerima perubahan-perubahan ini. Pada beberapa anak, perubahan ini dapat menimbulkan kekacauan emosi.
Kekacauan emosi atau emosi yang berayun, biasanya ditandai dengan banyaknya keluhan yang dirisaukan oleh anak. Antara lain ketidakpuasan terhadap dirinya, lingkungan, ditambah beban-beban pelajaran di sekolah dengan jam belajar yang panjang, juga les les tambahan yang membuat anak sulit memiliki waktu santai. Hal ini menyebabkan meningkatkan rasa cemas berkepanjangan dalam dirinya.
Ketika saat cemas itu datang aliran gelombang otak anak yang normalnya 10 putaran per detik meningkat menjadi 25 putaran per detik. Hal ini mengakibatkan sel-sel otak anak pada prefrontal cortex (PVC), bagian otak yang berada di depan, persisnya terletak di atas mata, menjadi kelelahan.
Kelelahan pada PVC ini pada akhirnya akan mematikan ribuan bahkan jutaan sel pada otak anak karena otak anak tidak didesain untuk menanggung stres dalam waktu lama.
Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mendampingi anak remaja?
Menurut bu Elly Risman, dibutuhkan 2 L untuk orangtua agar bisa memahami menerima dan menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri anak-anak saat beranjak remaja.
1. LOVE
Bangun ikatan hubungan emosional dan komunikasi dengan anak berlandaskan cinta. Anak memiliki kebutuhan untuk didengarkan perasaannya agar emosi yang sedang ia alami bisa mengalir.
Sebagai orangtua mendengarkan keluhan anak tidak hanya membutuhkan sepasang telinga tetapi juga membutuhkan hati jiwa dan mata. Dengan begitu, anak merasa mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya sehingga ia membangun kepercayaan pada orangtua untuk menjadi tempat berkeluh kesah tentang apa yang mereka rasakan dan beban-beban yang menghimpitnya.
Komunikasi yang dibutuhkan hati jiwa mata dan telinga ini merupakan syarat utama orangtua agar bisa memeriksa setiap fase pertumbuhan psikologi dan fisik anak-anak remajanya.
Keterbatasan waktu seringkali menjadi kendala bagi banyak orangtua untuk bisa mendengarkan perasaan-perasaan anak secara penuh apalagi bagi orangtua yang bekerja, biasanya saat pulang kerja sudah kehabisan energi ---belum lagi jika ada pekerjaan yang dibawa pulang dan harus diselesaikan. Belum lagi ditambah gawai (gadget) yang selalu dalam genggaman sang ayah dan ibu.
Sebaiknya saat memasuki rumah para orangtua menyiapkan diri untuk memberi perhatian pada anak. Singkirkan semua masalah kantor dan aneka gawai sejenak untuk memberi waktu pada anak kita berbicara.
2. LOGIKA
Mengasuh anak tidak cukup hanya mengandalkan cinta, namun juga membutuhkan logika yang menuntut komitmen dan kerja keras.
Dengan perkembangan otaknya secara penuh, kita juga harus mendidik dan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan mengenalkan anak-anak pada rasa kecewa, sakit, sedih dan jatuh bangun.
Jika anak dibiasakan hidup dengan aman dan sempurna mereka akan kesulitan belajar memahami penderitaan. Karena penderitaan merupakan salah satu bentuk pelajaran tentang hidup. Kenalkan anak dengan sikap tanggung jawab dan konsekuensi dari semua perilakunya.
Saat anak sedang belajar tentang rasa sakit atau kecewa, orangtua harus berperan sebagai jaring pengaman emosi bagi anak. Dampingi dan bantu mereka bangkit dari rasa sakit, beri mereka kesempatan belajar menentukan pilihan-pilihan dalam mengatasi masalahnya dan mengerti setiap konsekuensi yang timbul atas keputusannya.
Dengan begini kelak saat anak beranjak dewasa mereka bisa mempunyai sikap dan jati diri atau karakter yang kuat.
Selengkapnya, ikuti Sharing Session pada Senin 5 November 2018 mulai jam 20.00 WIB secara online, bersama dr. Rima Fitriyani.
(Cahyadi Takariawan)
Sayangnya belum tentu semua anak bisa menerima perubahan-perubahan ini. Pada beberapa anak, perubahan ini dapat menimbulkan kekacauan emosi.
Kekacauan emosi atau emosi yang berayun, biasanya ditandai dengan banyaknya keluhan yang dirisaukan oleh anak. Antara lain ketidakpuasan terhadap dirinya, lingkungan, ditambah beban-beban pelajaran di sekolah dengan jam belajar yang panjang, juga les les tambahan yang membuat anak sulit memiliki waktu santai. Hal ini menyebabkan meningkatkan rasa cemas berkepanjangan dalam dirinya.
Ketika saat cemas itu datang aliran gelombang otak anak yang normalnya 10 putaran per detik meningkat menjadi 25 putaran per detik. Hal ini mengakibatkan sel-sel otak anak pada prefrontal cortex (PVC), bagian otak yang berada di depan, persisnya terletak di atas mata, menjadi kelelahan.
Kelelahan pada PVC ini pada akhirnya akan mematikan ribuan bahkan jutaan sel pada otak anak karena otak anak tidak didesain untuk menanggung stres dalam waktu lama.
Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mendampingi anak remaja?
Menurut bu Elly Risman, dibutuhkan 2 L untuk orangtua agar bisa memahami menerima dan menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri anak-anak saat beranjak remaja.
1. LOVE
Bangun ikatan hubungan emosional dan komunikasi dengan anak berlandaskan cinta. Anak memiliki kebutuhan untuk didengarkan perasaannya agar emosi yang sedang ia alami bisa mengalir.
Sebagai orangtua mendengarkan keluhan anak tidak hanya membutuhkan sepasang telinga tetapi juga membutuhkan hati jiwa dan mata. Dengan begitu, anak merasa mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya sehingga ia membangun kepercayaan pada orangtua untuk menjadi tempat berkeluh kesah tentang apa yang mereka rasakan dan beban-beban yang menghimpitnya.
Komunikasi yang dibutuhkan hati jiwa mata dan telinga ini merupakan syarat utama orangtua agar bisa memeriksa setiap fase pertumbuhan psikologi dan fisik anak-anak remajanya.
Keterbatasan waktu seringkali menjadi kendala bagi banyak orangtua untuk bisa mendengarkan perasaan-perasaan anak secara penuh apalagi bagi orangtua yang bekerja, biasanya saat pulang kerja sudah kehabisan energi ---belum lagi jika ada pekerjaan yang dibawa pulang dan harus diselesaikan. Belum lagi ditambah gawai (gadget) yang selalu dalam genggaman sang ayah dan ibu.
Sebaiknya saat memasuki rumah para orangtua menyiapkan diri untuk memberi perhatian pada anak. Singkirkan semua masalah kantor dan aneka gawai sejenak untuk memberi waktu pada anak kita berbicara.
2. LOGIKA
Mengasuh anak tidak cukup hanya mengandalkan cinta, namun juga membutuhkan logika yang menuntut komitmen dan kerja keras.
Dengan perkembangan otaknya secara penuh, kita juga harus mendidik dan mengajarkan mereka tentang tanggung jawab dan mengenalkan anak-anak pada rasa kecewa, sakit, sedih dan jatuh bangun.
Jika anak dibiasakan hidup dengan aman dan sempurna mereka akan kesulitan belajar memahami penderitaan. Karena penderitaan merupakan salah satu bentuk pelajaran tentang hidup. Kenalkan anak dengan sikap tanggung jawab dan konsekuensi dari semua perilakunya.
Saat anak sedang belajar tentang rasa sakit atau kecewa, orangtua harus berperan sebagai jaring pengaman emosi bagi anak. Dampingi dan bantu mereka bangkit dari rasa sakit, beri mereka kesempatan belajar menentukan pilihan-pilihan dalam mengatasi masalahnya dan mengerti setiap konsekuensi yang timbul atas keputusannya.
Dengan begini kelak saat anak beranjak dewasa mereka bisa mempunyai sikap dan jati diri atau karakter yang kuat.
Selengkapnya, ikuti Sharing Session pada Senin 5 November 2018 mulai jam 20.00 WIB secara online, bersama dr. Rima Fitriyani.
(Cahyadi Takariawan)
0 comments:
Post a Comment